Jejak Jejak di Jalan

Jejak Jejak di Jalan

Senja dan Nura

0
| Rabu, 25 Mei 2011

senja di jalur Sabiah. Nuri's pic.2011

Senja datang jam berapa?
Tanyamu tak sempat kutimpali jawab. Mataku masih protes pada telinga yang begitu peka pada alarm yang entah kenapa diset terlalu dini. Kau masih menunggu tapi aku sibuk mendongkrak semangatku untuk bangkit dan mandi. Ah, seandainya ada cara lain memulai ritual hari selain mandi. Aku tak biasa berlama-lama di gelembung sabun yang wangi. Lagipula kau bertanya terlalu pagi.
Senja datang jam berapa?
Tanyamu tak sempat kutimpali jawab. Ada belasan buku yang harus kubaca. Tebal-tebal pula. Bukan inginku, tapi sungguh itu perlu. Jika saja kau bisa mendengar suaranya memanggil-manggil untuk dibuka. Yang paling menjengkelkan ketika otakku buntu saat tersesat dalam ruang masalah yang kuncinya belum pernah kujamah. Padahal lembaran di lembaran buku itu semua tertera. Jadi ini penting. Lebih penting dari senja.

Monolog Rindu

0
| Senin, 23 Mei 2011
Suatu kali kutemukan diriku sangat pongah. Tertawa-tawa seakan telinga di dunia hanya dua. Aku juga meloncat, berteriak, berlari, sampai peluh membanjiri pori-pori. Aku tidak peduli. Aku paling bahagia sedunia. Aku sembuh dari kesakitan yang tidak semua orang bisa.
Sekali waktu kutemukan dirimu berdiri di ujung hari. Saat pukul enam petang melebarkan senyumnya sebagai tanda kita segera mulai bertukar cerita. Sementara bola kuning di langit baratku memilih turun ke pelukan tanah sebelah, bola-bola kuning lain berlompatan keluar dari kotak kecil bagian kiri layarku. Aku sama seperti bola-bola kuning itu ; girang ketika mendapatimu disitu.

Bicara Cinta

1
| Jumat, 20 Mei 2011
“Kau tidak mencintaiku,” keluhnya suatu hari. Cangkir teh yang biasanya setelah dikecup  akan menimbulkan suara “tring” ketika diletakkan, kali ini beradu dengan tatakan porselen bernada “prang !”. Bercak-bercak merah merekah di taplak putih.
Kumainkan keempat jari kananku, berdansa di meja dengan irama “tak tik tak tuk...tak tik tak tuk”. Dia bangkit berdiri, kursinya menjerit “sriiiiiit” saking kaget. Jemariku berhenti berdansa. Mataku awas. Telingaku waspada pada setiap suara-suara yang sudah ku reka-reka akan bernada seperti apa. Mungkin akan ada deretan kalimat meremehkan bahwa aku tak sama genit dengan kekasih kawannya yang mengganggu di jam-jam sibuk dengan sms-sms berupa ungkapan rindu. Barangkali dia akan membandingkanku tak semesra istri kawannya yang penuh energi memposting status-status cinta.

Sayur Santan Labu, Sandi Mama Untuk Rindu

0
| Senin, 16 Mei 2011
Perempuan paling angkuh pertama yang kukenal. Jarang memberi pujian. Kerjanya membanding-bandingkan.  Melecutkan protes dengan cara yang sangat membekas di tubuh dan di hati.
“Aih, dapat sembilan ji ? I Baya tawwa dapat sepuluh” katanya mencemooh. Kuraih kembali kertas ulangan matematika yang tadinya kupikir bisa membuatnya bangga.
“Rangking dua ji. Dikalah sama Nining. Lebih bagus dia angka bahasa Indonesianya jadi rangking satu rapornya” komentarnya sambil meneliti angka-angkaku. Senyumku makin surut makin padam.

Minta Jimat, Yah

2
| Rabu, 11 Mei 2011
Dear Ayah...
Pasti sudah bangun di sana. Tak akan kuganggu ritual subuh Ayah dengan dering telepon, meski aku rindu suara lelaki pengumandang adzan yang syahdu. Selalu jadi yang pertama terjaga dari seisi rumah. Kuingat dulu Ayah sering membangunkanku sholat subuh. Tidak pernah kasar. “Bangun subuh, Nak. Biar jadi orang besar” kata Ayah. Meski mata berat, aku tidak pernah bisa menolak jika dibangunkan dengan kecupan.
Ayah, sudah sarapan ? Mama bikin kue apa pagi ini ? Atau jangan-jangan Mama tidak di rumah, seperti beberapa kali terjadi, hingga Ayah terpaksa akrab dengan  sarapan songkolo’ samping mesjid ? Ah,  aku heran kenapa Ayah tidak pernah terlihat benar-benar protes. Suami-suami lain tentu sudah marah jika diperlakukan seperti itu. Tapi aku tahu, Ayahku adalah pencinta paling tangguh. Ayah paling mengerti kalau Mama harus selalu jadi trainer abadi buat kakak-kakakku yang berlomba-lomba memberi kalian cucu. Ya, kan, Yah ?!

"Hey.."

0
| Selasa, 10 Mei 2011
“Hey..” sapanya. Kuberi senyum saja. Aku tidak tahu siapa dia. Kenapa harus kujawab “hey”nya?

“Hey” sapanya lagi. Belum bosan rupanya. Kuberi tampilan gigi sebaris. Entah kenapa. Mungkin agar nampak ramah di matanya. Ah, memang apa untungnya ?

Cerita Yang Tak Mampu Kutulis

0
|
Beberapa kali. Bahkan sering terjadi. Saya kehilangan keinginan untuk bicara kecuali dipaksa. Tapi ada banyak kisah warawiri di kepala. Ah, sebaiknya gambar-gambar ini di abadikan. Berharap suatu hari mereka akan meronta-ronta ingin diceritakan.

Aku Padamu

0
| Sabtu, 07 Mei 2011
Aku padamu adalah kerinduankerinduan
Warnawarna menggoda
Dengan aroma manis yang mencuri senyum tak dikirakira

Aku padamu adalah kebahagiaankebahagiaan
Meski banyak yang tak kukenali maknanya
Bukan masalah selama masih kau yang menimbulkan

Aku padamu adalah kekhawatirankekhawatiran
 

Copyright © 2010 Nuri Note - Nuri Note - by Nuri Nura