Jejak Jejak di Jalan

Jejak Jejak di Jalan

Doa di rantau

| Rabu, 30 Maret 2011

"Tuhan, pertemukanlah aku dengan orang-orang yang baik"
Itu doaku saat pertama kali menginjakkan kaki di rumah sakit besar yang akan menjadi tempat kerjaku. Wajah-wajah asing yang sebelumnya hanya kulihat di layar televisi, kini menjelma nyata. Bahkan aku bisa berinteraksi dengan mereka ! Tidak sia-sia dulu aku menghabiskan akhir pekan membantu Mama jualan kentang saat subuh. Hiruk piruk pasar terminal Sungguminasa jam 3 pagi telah akrab denganku. Aku pernah tenggelam di lautan sayur-mayur, bersandar di gunungan karung bawang merah, juga menyambut matahari terbit dengan senyum tujuh ribu rupiah di tangan. Aku tidak punya bakat dagang, kemampuan menghitungku juga tidak bisa dibilang fantastis. Aku memilih jadi asisten Mama karena begitu sangat tergoda oleh promosi kursus bahasa Inggris yang mampir ke sekolahku suatu siang. Melihat seorang perempuan berwajah seperti orang kebanyakan namun mampu berbicara seperti Laura (salah satu tokoh drama Little House In Praire di TVRI dulu), membuat aku mendadak ingin juga sepertinya. Tidak satupun dari ketiga saudaraku yang berani meminta kursus sejenis itu. Selain mahal, jarak tempuhnya juga cukup jauh. Dan Ayahku, gemar membakarku dengan tantangan setiap kali kuajukan sebuah permintaan yang mengejutkan.


"Good Morning, this is Sister Nur from Indonesia. Today she just doing orientation, then tomorrow she will start her first duty". Aku memasang senyum terbaik yang kumampu saat pendampingku memperkenalkanku pada seorang perempuan tua yang sibuk dengan kertas-kertas di tangannya. Singkat saja dia mengucapkan selamat datang. Lalu kembali melanjutkan kesibukannya. Baru lima menit di tempat itu, kudengar dia telah bicara dalam tiga bahasa yang berbeda. Tentunya dia bukan orang biasa. Kekecewaanku karena tak terlalu disambut dengan basa-basi panjang khas Indonesia, menguap saja ketika kulihat dia nampak serius berdiskusi dengan beberapa dokter di sekelilingnya. Amazing !

Belakangan aku mengenal beliau bernama Antonia G Balila, seorang perawat senior sekaligus kepala ruangan tempat aku ditugaskan. Kebangsaan Philipina. Beliau telah menghabiskan lebih dari 30 tahun di negeri pasir ini. Angka yang fantastis sekali. Apa yang membuatnya betah ? Nyaris tidak ada yang tidak mengenal beliau. Bahkan para petinggi-petinggi keperawatan yang sempat kuajak berbincang mengaku pernah dibimbing oleh beliau saat masih berstatus mahasiswa. Usianya sungguh tak lagi muda, namun tetap lincah. Beliau lebih memilih tetap berinteraksi langsung dengan pasien di perawatan ketimbang duduk di bagian struktural berkutat dengan benda-benda tak bernyawa.
Beliau kami sapa Mama Toniette
Lalu kudapati Daisy Joseph. Perawat India yang senyumnya membuatku merasa dekat dari rumah. Dia tidak begitu banyak bicara, namun gerakannya gesit dan tenaganya kuat sekali. Pasien dengan berat badan sampai 100 kilogram yang terbaring pasrah, mampu di tahannya. Tentu tidak dengan tenaga saja, dia punya teknik cerdasnya. Beberapa kali aku dibuat terngaga saat melihat dia memecahkan formulasi dosis obat hanya dengan mengentuk-ngetukkan ujung jarinya beberapa kali di pipi kirinya. Ini cara menghitung paling cantik yang pernah kulihat, juga cepat tentu saja.

Daisy Joseph
Ada Animy Azul, perawat bertubuh semut namun keberanian sebesar gajah. Blasteran Cina dan Philiphina ini adalah sungguh imut sekali. Nampak seperti anak SMP saja. Namun siapa sangka, dia lulusan terbaik dan dia Registered Nurse ! Membayangkan soal-soal latihan NCLEX saja aku sudah mual, bagaimana dia bisa menaklukkan soal ratusan nomor, yang kesemuanya tertulis dalam bahasa Inggris itu? Dia pandai menghidupkan suasana menjadi ceria. Namun jika ada yang sok menjadi boss dan dinilainya salah, Animy tidak gentar mendebatnya. Aku gemetar melihat dia suatu malam bertengkar dengan seorang resident. Animy tidak peduli profesi orang yang dihadapinya, dia memegang teguh keyakinannya bekerja sesuai job describtion, dan tidak sungkan berhadapan sampai ke ruang sidang.


Animy Azul
Sungguh, Tuhan memberiku ekstra dari doa yang kusodorkan. Mereka tidak hanya baik, tapi juga kuat, cerdas dan berani. Baru sedikit perawat Indonesia yang kukenal dengan profil seperti ini. Dengan berada di antara orang-orang seperti mereka, aku sempat merasa seperti rumput di antara bunga-bunga. Namun sungguh di luar dugaan, sekalipun tidak pernah kutangkap kesombongan dari mereka apalagi menganggap remeh anak baru sepertiku. Mereka hangat, membuat aku merasa diterima. Sungguh, aku begitu ingin tumbuh menjadi seperti mereka. Kupikir begitulah seharusnya profil semua perawat di dunia. Tidak cukup dengan menjadi cantik dan lembut, kau juga harus cerdas, kuat, serta berani. Karena rumah sakit sesungguhnya adalah sebuah dunia yang berisi kejadian-kejadian tak terduga. Dan kau harus tahu kapan harus menggunakan senyummu dan kapan harus memuntahkan isi kepalamu.


Teringat peristiwa chatting di sebuah grup facebook dulu, saat temanku bilang tidak tertarik keluar negeri untuk sekedar melihat bagaimana hebatnya perawat dunia luar itu. "Kan bisa baca di buku dan liat di TV" katanya. Tak kudebat lagi setelah mahfum bahwa dia baru saja lulus seleksi calon pegawai negeri. Pastilah dia lebih bangga dengan deretan NIP nya itu. Saat ini ingin sekali ku katakan padanya, 
"Aku lebih memilih mencicipi langsung rasanya ketimbang diceritakan meski dengan semua detail-detailnya".


Proud to be a nurse  ^_^

0 komentar:

Posting Komentar

terima kasih atas komentar anda

 

Copyright © 2010 Nuri Note - Nuri Note - by Nuri Nura